08 September 2011

Pemilihan bakalan dan Sistem Fattening


Bagian I Pendahuluan
            Keberhasilan usaha ternak potong dapat diraih melalui penerapan manajemen yang tepat dalam proses praproduksi hingga pascaproduksi. Manajemen erat kaitannya dengan tujuan usaha dalam hal pencapaian profit yang setinggi-tingginya tanpa mengabaikan faktor-faktor yang mengikutinya. Faktor tersebut diantaranya adalah kesejahteraan hewan, kelestarian lingkungan, dan ketenagakerjaan.
            Usaha ternak potong diklasifikasikan menjadi 2 bidang utama, yakni pembibitan (breeding) dan penggemukan (fattening). Dalam penyajian kali ini, penulis hanya akan menyoroti persoalan fattening yang meliputi pemilihan bakalan dan sistem penggemukannya.

Bagian II Pembahasan
A. Pemilihan Sapi Bakalan
            Usaha penggemukan sapi potong biasanya membutuhkan sapi jantan sebagai bakalan. Alasannya, sapi jantan memiliki pertambahan berat badan harian lebih tinggi dari sapi betina (Abidin, 2008). Selain itu, terdapat ketetapan yang melarang pemotongan sapi betina produktif.
            Bakalan yang dipilih hendaknya berasal dari keturunan dengan produktivitas tinggi sehingga pada akhir penggemukan akan menghasilkan bobot dewasa yang tinggi. Pemilihan bakalan sebaiknya memperhatikan daya adaptasi jenis sapi dengan lingkungan pemeliharaan. Lingkungan yang tidak sesuai dengan syarat hidup akan memunculkan stress dan menghambat proses penggemukan.
            Faktanya, pemilihan bakalan yang tidak gemuk atau kurus bukanlah suatu masalah asalalkan ternak tersebut sehat. Bakalan yang kurus akan berharga murah dan diharapkan memperlihatkan pertumbuhan kompensasi. Lebih lanjut Riyanto dan Purbowati (2010) menjelaskan, pertumbuhan kompensasi menunjukkan konversi pakannya rendah sehingga menekan biaya pakan serta meningkatkan keuntungan.
            Sapi, seperti hewan lainnya memiliki fase-fase pertumbuhan dalam hidupnya. Sapi bakalan yang baik untuk digemukkan berkisar umur 2-2,5 tahun. Umur kisaran tersebut masih dalam fase pertumbuhan otot / daging dengan laju pertumbuhan yang optimal. Abidin (2008) menjelaskan bahwa pertumbuhan jaringan otot mencapai puncaknya pada umur 2-2,5 tahun.



B. Dry Lot Fattening
            Penggemukan sistem ini menempatkan sapi di dalam kandang sepanjang waktu tanpa dipekerjakan. Sapi diberi pakan konsentrat dan hijauan dengan porsi konsentrat lebih besar daripada hijuan. Perbandingan hijauan : konsentrat berkisar antara 40 : 60 sampai dengan 20 : 80 (Riyanto dan Purbowati, 2010). Saat ini, sistem dry lot fattening tidak hanya memberikan jagung seperti pada awal penerapannya, tetapi sudah merupakan campuran konsentrat berbagai bahan pakan berprotein tinggi.
            Sistem penggemukan dry lot fattening memiliki beberapa kesamaan dengan sistem kereman di Indonesia. Sistem kereman menggemukkan sapi dengan cara mengandangkan sapi secara terus-menerus selama beberapa bulan dan sapi diberi konsentrat dan hijauan didalam kandang sederhana. Konsentrat yang digunakan hanya berupa satu jenis pakan seperti dedak padi atau ampas tahu (Abidin, 2008).

C. Pastura Fattening
            Sistem ini menggembalakan sapi di padang rumput sepanjang hari. Sapi dikandangkan pada malam hari, saat matahari sangat terik dan kadang tidak dikandangkan sama sekali. Penerapan sistem ini sangat cocok diterapkan pada daerah dengan curah hujan merata sepanjang tahun sehingga ketersediaan hijauan dapat terjamin. Pada masa kemarau, ternak diberi rumput kering (hay) yang dikumpulkan pada musim hujan.
            Keunggulan sistem pasture fattening yaitu rendahnya biaya pakan, peralatan, dan tenaga kerja. Akantetapi, waktu penggemukan untuk mencapai bobot badan yang diinginkan lebih lama daripada sistem dry lot fattening (Riyanto dan Purbowati, 2010).

D. Inovasi dalam Fattening
            Salah satu inovasi yang dapat diterapkan adalah penggunaan perangsang pertumbuhan (Growth Promoter). Perangsang pertumbuhan ini dapat meningkatkan laju pertambahan berat badan harian dengan cara mengefisiensikan pencernaan bahan-bahan pakan yang dikonsumsi oleh ternak (Abidin, 2008). Penggunaan perangsang pertumbuhan masih menimbulkan kontroversi di masyarakat terkait perundang-undangan yang berlaku dan juga efek negative yang dikhawatirkan.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas komentarnya. Seumpama berbicara, saya merasa dihargai karena telah dengarkan. Semoga post ini bermanfaat bagi semua.

Followers